ANALGETIK (KIMIA MEDISINAL)


ANALGETIK

Definisi
Analgetik adalah senyawa yang pada dosis terapi meringankan atau menekan rasa nyeri tanpa memiliki kerja anestesi umum.  Analgetik berasal dari bahsa Yunani an “tanpa” dan algia “nyeri”. Nyeri adalah suatu gejala yang berfungsi untuk melindungi dan mmrikan tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan pada tubuh, seperti peradangan, infeksi bakteri dan kejang otot. Adanya rangsangan mekanis atau kimiawi dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan dan akibatya melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator-mediator nyeri. Mediator nyeri antara lain: histamine, serotonin, plasmakinin, prostaglandin dan ion-ion kalsium. Zat-zat ini merangsang reseptor nyeri pada ujung saraf bebas di kulit, selaput lender dan jaringan lalu dialirkan melalui saraf sensoris ke susunan saraf pusat (SSP) melalui sumsum tulang belakang ke thalamus dank e pusat nyeri di otak besar ( Sofia dan Yuslianti, 2019).

Penggolongan Analgetik
Menurut Sofia dan Yuslianti (2019), berdasarkan mekanisme dan target aksinya, obat analgetik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
1.      Non-opioid
·         Obat antiinflamasi non steroid (OAINS) seperti Aspirin, diklofenak, ibuprofen, indometasin, ketoprofen, nafroksen, asam mefenamat.
·         Inhibitor COX-2, seperti celecoxib, rofexib, valdecoxib, eterocoxib.
·         Analgetik non opioid dan non OAINS seperti parasetamol
2.      Opiod (Morfin)

1.   Analgetik Non-Opioid
Mekanisme Kerja Obat Analgesik Nonopioid/Perifer (Non-Opioid Analgesics)
       Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu enzim siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah satunya adalah prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik  jenis ini adalah mengeblok pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka dengan demikian mengurangi pembentukan mediator nyeri . Mekanismenya tidak berbeda dengan NSAID dan COX-2 inhibitors. Efek samping yang paling umum dari golongan obat ini adalah gangguan lambung usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal serta reaksi alergi di kulit. Efek samping biasanya disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu lama dan dosis besar (Anchy, 2011).
Berdasarkan rumus kimianya analgesik perifer digolongkan menjadi :
1.  Golongan salisilat
                 Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin. Obat ini diindikasikan untuk sakit kepala, nyeri otot, demam dan lain-lain. Saat ini asetosal makin banyak dipakai karena sifat anti plateletnya. Asetosal adalah analgetik antipiretik dan anti inflamasi yang sangat luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Masalah efek samping yaitu perangsangan bahkan dapat menyebabkan iritasi lambung dan saluran cerna dapat dikurangi dengan meminum obat setelah makan atau membuat menjadi sediaan salut enterik (enteric-coated). Karena salisilat bersifat hepatotoksik maka tidak dianjurkan diberikan pada penderita penyakit hati yang kronis
2.   Golongan para aminofenol
         Terdiri dari fenasetin dan asetaminofen (parasetamol). Tahun-tahun terakhir penggunaan asetaminofen yang di Indonesia lebih terkenal dengan nama parasetamol meningkat dengan pesat. Efek analgesik golongan ini serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang, dan dapat menurunkan suhu tubuh dalam keadaan demam, dengan mekanisme efek sentral. Fenasetin karena toksisitasnya terhadap hati dan ginjal saat ini sudah dilarang penggunaannya. Efek samping parasetamol dan kombinasinya pada penggunaan dosis besar atau jangka lama dapat menyebabkan kerusakan hati.
3. Golongan pirazolon (dipiron)
           Fenilbutazon dan turunnya saat ini yang digunakan adalah dipiron sebagai analgetik antipiretik, karena efek inflamasinya lemah. Efek samping semua derivat pirazolon dapat menyebabkan agranulositosis, anemia aplastik dan trombositopenia. Dibeberapa negara penggunaannya sangat dibatasi bahkan dilarang karena efek samping tersebut, tetapi di Indonesia frekuensi pemakaian dipiron cukup tinggi meskipun sudah ada laporan mengenai terjadinya agranulositosis, anemia aplastik dan trombositopenia Dibeberapa negara penggunaanya sangat dibatasi bahkan dilarang karena efek samping tersebut, tetapi di Indonesia frekuensi pemakaian dipiron cukup tinggi meskipun sudah ada laporan mengenai terjadinya agranulositosis. Fenilbutazon digunakan untuk mengobati arthritis rheumatoid.
4. Golongan antranilat (asam mefenamat)
               Digunakan sebagai analgesik karena sebagai anti inflamasi kurang efektif dibanding dengan aspirin. Efek samping seperti gejala iritasi mukosa lambung dan gangguan saluran cerna sering timbul.


2.  Analgesik Opioid/Analgesik Narkotika
        Mekanisme kerja utamanya ialah dalam menghambat enzim sikloogsigenase dalam pembentukan prostaglandin yang dikaitkan dengan kerja analgesiknya dan efek sampingnya. Kebanyakan analgesik OAINS diduga bekerja diperifer . Efek analgesiknya telah kelihatan dalam waktu satu jam setelah pemberian per-oral. Sementara efek antiinflamasi OAINS telah tampak dalam waktu satu-dua minggu pemberian, sedangkan efek maksimalnya timbul berpariasi dari 1-4 minggu. Setelah pemberiannya  peroral, kadar puncaknya NSAID didalam darah dicapai dalam waktu 1-3  jam setelah pemberian, penyerapannya umumnya tidak dipengaruhi oleh adanya makanan. Volume distribusinya relatif kecil (< 0.2 L/kg) dan mempunyai ikatan dengan protein plasma yang tinggi biasanya (>95%). Waktu paruh eliminasinya untuk golongan derivat arylalkanot sekitar 2-5  jam, sementara waktu paruh indometasin sangat berpariasi diantara individu yang menggunakannya, sedangkan piroksikam mempunyai waktu paruh  paling panjang (45 jam) (Gilang, 2010).
            Harus hati-hati menggunakan analgesik ini karena mempunyai risiko  besar terhadap ketergantungan obat (adiksi) dan kecenderungan  penyalahgunaan obat. Obat ini hanya dibenarkan untuk pengobatan insidentil pada nyeri hebat (trauma hebat, patah tulang, nyeri infark jantung, kolik batu empedu/batu ginjal). Tanpa indikasi kuat, tidak dibenarkan  penggunaannya secara kronik, disamping untuk mengatasi nyeri hebat,  penggunaan narkotik diindikasikan pada kanker stadium lanjut karena dapat meringankan penderitaan. Fentanil dan alfentanil umumnya digunakan sebagai pramedikasi dalam pembedahan karena dapat memperkuat anestesi umum sehingga mengurangi timbulnya kesadaran selama anestesi.
Penggolongan analgesik-narkotik adalah sebagai berikut :
·      Alkaloid alam : morfin, codein
·      Derivat semi sintetis : heroin
·      Derivat sintetik : metadon,fentanil
·      Antagonis morfin : nalorfin, nalokson dan pentazocin.

A.    Penggolongan Turunan Morfin Hubungan struktur dan aktivitas morfin dijelaskan sebagai           berikut:
Fenolik   OH


Metilasi gugus fenolik OH dari morfin akan mengakibatkan penurunan aktivitas analgesik secara drastis. Gugus fenolik bebas adalah sangat krusial untuk aktivitas analgesik (Patrick, 1995)
B.Turunan Meperidin
Meskipun strukturnya tidak berhubungan dengan struktur morfin tetapi masih menunjukkan kemiripan karena mempunyai pusat atom C kuartener, rantai etilen, gugus N-tersier dan cincin aromatik sehingga dapat berinteraksi dengan reseptor analgesik. Aktivitas analgetiknya diantara morfin fan kodein. Meperidin digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada kasus obsetri dan untuk premedikasi pada anestesi. Sering digunakan sebagai obat pengganti morfin untuk pengobatan penderita kecanduan turunan morfin tetapi kecenderungan ketagihannya rendah.


C.Turunan Metadon
Turunan metadon bersifat optis aktif  dan biasanya digunakan dalam bentuk garam HCl. Meskipun tidak mempunyai cincin piperidin, seperti pada turunan morfin atau meperidin, tetapi turunan metadondapat membentuk cincin bila dalam lartan atau cairan tubuh. Hal ini disebabkan karena ada daya tarik – menarik dipol-dipol antara basa N dengan gugus karboksil. Contoh: • Metadon, mempunyai aktivitas analgesik 2 kali morfin dan 10 kali meperidin. Levanon adalah isomer levo metadon, tidak menimbulkan euforia seperti morfin dan dianjurkan sebagai obat pengganti morfin untuk pengobatan kecanduan.


Efek Samping Obat Analgetik
1.      Gangguan saluran cerna
2.      Gangguan hati
3.      Gangguan ginjal
4.      Reaksi alergi
5.      Asma
6.      Kecanduan untuk gologan narkotik
7.      Kepala pusing
8.      Mual dan muntah


PERMASALAHAN (Mari Berdiskusi)
1. Bagaimana hubungn struktur dengan aktivitas obat golongan morfin jika kita modifikasi dengan          penutupan atau penghilangan gugus alkoholnya?
2. Bagaimana cara memilih obat analgetik yang tepat pada saat kita sedang mengalami nyeri?
3. Bagaimana mekanisme obat asam salisilat sehingga dapat menyebabkan asma?
4. Apakah ada obat analgetik yang dikombinasikan dalam penggunaannya dengan obat lain? Jika ada      bagaimana pengaruhnya?
5.  Melihat banyaknya efek samping yang ditimbulkan, bagaimana cara untuk mengatasinya apakah        bisa dengan cara memodifikasi struktur obat tersebut supaya dapat meminimalkan efek samping          obat dan memaksimalkan terapi obat?


DAFTAR PUSTAKA
Anchy, D. 2011. Analgesik Opioid dan Non Opioid, Jakarta.
Gilang. 2010. Analgetik Non –Opioid dan NSID/OAINS, Pustaka Ilmu, Yogyakarta.  
Patrick, G. 1995. An Introductin To Medicinal Chemistry.Oxford University Press, New York
Siswandono dan B. Soekardjo. 2008. Kimia Medisinal. Airlangga University Press, Surabaya.
Sofia, E., dan E.R. Yuslianti. 2019. Farmakologi Kedokteran Gigi Praktis, CV. Budi Utama, Yogyakarta.


Comments

  1. Saya akan mencoba menjawab no 1:
    Penutupan atau penghilangan gugus alkohol tidak tidak akan menimbulkan penurunan efek analgesik dan pada kenyataannya malah sering menghasilkan efek yg berlawanan. Peningkatan aktivitivitas lebih disebabkan oleh sifat farmakodinamik dibandingkan afinitasnya dg reseptor analgesik.

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. saya akan menjawab permasalahan nomor 3 :
    Asam salisilat termasuk kedalam golongan NSAID yg bekerja dengan menghambat enzim spesifik pada siklooksigenase sehingga asam arakidonat sepenuhnya disintesis menjadi leukotrin dan terjadi produksi yg berlebihan sehingga kadar leukotrin akan meningkat dan menyebabkan terjadinya penyempitan bronkus saluran pernafasan sehingga terjadilah asma

    ReplyDelete
  4. hai kak ririn, saya akan mencoba menjawab pertanyaan no 5, efek samping obat analgetik bisa di turunkan yaitu dengan cara Mengubah gugus karboksil melalui pembentkan garam, ester atau amida. Tutunan tipe ini mempunyai efek antipiretik rendah dan lebih banyak untuk penggunaan setempat sebagai counterirritant dan obat gosok karena diabsorpsi dengan baik melalui kulit. Contoh : Metilsalisilat.

    ReplyDelete
  5. Hai ririn saya akan mencoba menjawab pertanyaan no 2
    Cara memilih obat analgetik itu tergantung dari jenis nyeri yang dialami seseorang. Pengobatan nyeri itu biasanya dimulai dengan analgesik yang paling ringan sampai ke yang palit kuat. Tetapi jikalau untuk rasa nyeri yang sangat hebat biasanya digunakan obat analgetik golongan narkotik.

    ReplyDelete
  6. saya akan mencoba menjawab pertanyaan nomor 2, untuk mendapatkan obat analgetik yang tepat saya rasa langkah pertama adalah dengan mengkonsultasikan ke dokter terlebih dahulu tetang nyeri yang dialami, selain itu juga bahwa sebenarnya obat analgetik bukan saja menghilangkan nyeri tetapi mampu menimbulkan efek samping, obat jenis narkotik itu bisa menghilngkan kesadaran bagi saya seperti itu kita diagnosa dulu ke dokter tentang tingkat nyeri yang kita alami

    ReplyDelete
  7. Hay kak ririn saya akan memcoba memjwab permasalah no. 2 mmrt saya memilih obat amalgetik itu dengan cara konsultasi dengan dokter atau apoteker terdekat, mengetahui tingkatan nyeri yang dialami karena semkin tinggi tingkatan nyeri yang d alami mka dosis obat semkin yg d komsumsi tinggi dan memilih obat nyeri dengan efek samping yang rendah atau yg minim

    ReplyDelete
  8. Saya akan mencoba menjawab permasalahan no 4. Ad, seperti untuk penyakit Diabetik neuropati disini menggunakan analgesik kombinasi yaitu amitriptili+meloksika. Pengaruhnya mengurangi rasa nyeri

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

HEMATOLOGI

KIMIA MEDISINAL (ANTIKONVULSAN)